Pages

Jumat, 30 Maret 2012

BBM Enam Ribu


Bijaksana ialah menempatkan sesuatu pada yang semestinya. Bijaksana bukanlah pro golongan, baik rakyat maupun pemerintah. Karena bijaksana berdiri diatas kebenaran, yang memberi solusi dari permasalahan berazazkan keadilan dengan tidak menyalahi aturan yang ada. Apakah sikap kita sudah bijaksana?
Tak jarang kita mengatas namakan rakyat dalam perjuangan membela ‘kebenaran’. Membela salah satu golongan (rakyat) tanpa mengindahkan keadaan normatif. Apakah kebenaran selalu berada ditangan rakyat? Bagaimana jadinya kalau kita membela satu golongan namun mendzalimi golongan lain? Mari kita flashback kondisi bangsa kita beberapa tahun silam. Adanya praktik kecurangan yang dilakukan rakyat yang merugikan rakyat sendiri.
Masih ingat dengan keadaan bangsa saat terjadi kenaikan BBM dari Rp 4500 menjadi Rp 6000? Kejadian ini bukan yang akan terjadi pada 1 April 2012 nanti, melainkan pernah juga terjadi sebelumnya. Kenaikan BBM tersebut memberika efek multiplier yang diikuti kenaikan hampir seluruh harga-harga komoditi. Namun beberapa bulan setelahnya pemerintah menormalkan kembali harga BBM kesemula. Namun, apakah lantas penormalan harga BBM tersebut menormalkan harga komoditi juga? Jawabannya: Tidak. Saya menyadari betul tidak hanya BBM yang mempengaruhi harga komoditi.
Aksi masal menolak kenaikan BBM. Pemerintah menaikan harga BBM dari Rp 4500 menjadi Rp 6000. Sejarah terulang. Rakyat menjerit, massa beraksi. Husnudzon ataupun suudzon, pada kenyataannya harga minyak di dunia meningkat. Penetapan harga BBM Rp 6000 karena mengikuti mekanisme pasar dunia. Pernah terjadi kisah di Zaman Rasulullah SAW.
Dari Anas bin Malik, ia berkata:

“Telah melonjak harga (di pasar) pada masa Rasulullah SAW. Mereka (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, tetapkanlah harga bagi kami”. Rasulullah SAWmenjawab: “Sesungguhnya Allah-lah yang menguasai (harga), yang memberi rezeki, yang memudahkan, dan yang menetapkan harga. Aku sungguh berharap bertemu dengan Allah dan tidak seorang pun (boleh) memintaku untuk melakukan suatu kezaliman dalam persoalan jiwa dan harta”. (Hadist Riwayat Abu Dawut)

Ada hikmah penting yang harus ditegaskan, Rasulullah SAW sebagai kepala pemerintah menyerahkan urusan harga komoditi sesuai mekanisme pasar.
            Mungkin disini kalian bertanya, apakah saya termasuk orang yang pro dengan kenaikan harga BBM? Yap, saya akan menjawab.
Dari hadist yang diriwayatkan Abu Dawut, saya berpegang pada “harga ditentukan mekanisme pasar”. Sehingga motif pemerintah menaikan harga BBM karena naiknya harga minyak dunia merupakan tindakan yang benar. Namun saya mengkritisi solusi yang ditawarkan pemerintah akan pemberian BLT. Pemberian BLT hanya sebagai peredam kejut semata yang tak berangsung lama. Dalam hal ini hanya 15% saya setuju dengan program BLT ini. Mengapa? Memang kondisi ini butuh penanganan yang cepat dan penyelesaian tuntas. Sehingga BLT mampu menjawab solusi dalam jangka pendek, namun memberikan efek negatif dalam jangka panjangnya, yaitu terdidiknya mental pengemis bangsa. Saya lebih setuju dengan pendapat, kenaikan harga BBM bertahap dengan  mengalokasikan dana BLT untuk hal yang lebih bersifat membangun, misal: penelitian bahan bakar alternatif, pembangunan jalan yang aman bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda, pembangunan kereta listrik dalam kota, pembangunan pedesaan, pembangunan SDM dan lain-lain. Dari jangka pendek. Kesimpulannya saya pro dengan kenaikan BBM dan kontra dengan solusi dana BLT.


Kaca mata: kenaikan BBM, golongan, aksi, hadist, solusi.


Bogor, 29 Maret 2012, 22.42 WIB
Rumah Al-Qur'an IPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text