Bijaksana ialah menempatkan sesuatu
pada yang semestinya. Bijaksana bukanlah pro golongan, baik rakyat maupun
pemerintah. Karena bijaksana berdiri diatas kebenaran, yang memberi solusi dari
permasalahan berazazkan keadilan dengan tidak menyalahi aturan yang ada. Apakah
sikap kita sudah bijaksana?
Tak
jarang kita mengatas namakan rakyat dalam perjuangan membela ‘kebenaran’.
Membela salah satu golongan (rakyat) tanpa mengindahkan keadaan normatif.
Apakah kebenaran selalu berada ditangan rakyat? Bagaimana jadinya kalau kita
membela satu golongan namun mendzalimi golongan lain? Mari kita flashback kondisi bangsa kita beberapa
tahun silam. Adanya praktik kecurangan yang dilakukan rakyat yang merugikan
rakyat sendiri.
Masih
ingat dengan keadaan bangsa saat terjadi kenaikan BBM dari Rp 4500 menjadi Rp
6000? Kejadian ini bukan yang akan terjadi pada 1 April 2012 nanti, melainkan
pernah juga terjadi sebelumnya. Kenaikan BBM tersebut memberika efek multiplier
yang diikuti kenaikan hampir seluruh harga-harga komoditi. Namun beberapa bulan
setelahnya pemerintah menormalkan kembali harga BBM kesemula. Namun, apakah
lantas penormalan harga BBM tersebut menormalkan harga komoditi juga?
Jawabannya: Tidak. Saya menyadari betul tidak hanya BBM yang mempengaruhi harga
komoditi.
Aksi
masal menolak kenaikan BBM. Pemerintah menaikan harga BBM dari Rp 4500 menjadi
Rp 6000. Sejarah terulang. Rakyat menjerit, massa beraksi. Husnudzon ataupun
suudzon, pada kenyataannya harga minyak di dunia meningkat. Penetapan harga BBM
Rp 6000 karena mengikuti mekanisme pasar dunia. Pernah terjadi kisah di Zaman
Rasulullah SAW.

“Telah melonjak harga (di pasar) pada masa Rasulullah
SAW. Mereka (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, tetapkanlah harga bagi
kami”. Rasulullah SAWmenjawab: “Sesungguhnya Allah-lah yang menguasai (harga),
yang memberi rezeki, yang memudahkan, dan yang menetapkan harga. Aku sungguh
berharap bertemu dengan Allah dan tidak seorang pun (boleh) memintaku untuk
melakukan suatu kezaliman dalam persoalan jiwa dan harta”.
(Hadist Riwayat Abu Dawut)
Ada hikmah
penting yang harus ditegaskan, Rasulullah SAW sebagai kepala pemerintah
menyerahkan urusan harga komoditi sesuai mekanisme pasar.
Mungkin disini kalian bertanya,
apakah saya termasuk orang yang pro dengan kenaikan harga BBM? Yap, saya akan
menjawab.
Dari hadist yang
diriwayatkan Abu Dawut, saya berpegang pada “harga ditentukan mekanisme pasar”.
Sehingga motif pemerintah menaikan harga BBM karena naiknya harga minyak dunia merupakan
tindakan yang benar. Namun saya mengkritisi solusi yang ditawarkan pemerintah
akan pemberian BLT. Pemberian BLT hanya sebagai peredam kejut semata yang tak berangsung lama. Dalam hal ini hanya
15% saya setuju dengan program BLT ini. Mengapa? Memang kondisi ini butuh
penanganan yang cepat dan penyelesaian tuntas. Sehingga BLT mampu menjawab
solusi dalam jangka pendek, namun memberikan efek negatif dalam jangka
panjangnya, yaitu terdidiknya mental pengemis bangsa. Saya lebih setuju dengan
pendapat, kenaikan harga BBM bertahap dengan
mengalokasikan dana BLT untuk hal yang lebih bersifat membangun, misal:
penelitian bahan bakar alternatif, pembangunan jalan yang aman bagi pejalan
kaki dan pengguna sepeda, pembangunan kereta listrik dalam kota, pembangunan
pedesaan, pembangunan SDM dan lain-lain. Dari jangka pendek. Kesimpulannya saya
pro dengan kenaikan BBM dan kontra dengan solusi dana BLT.
Kaca
mata: kenaikan BBM, golongan, aksi, hadist, solusi.
Bogor,
29 Maret 2012, 22.42 WIB
Rumah Al-Qur'an IPB